This post has already been read 440 times!
(Ditulis oleh Item, mahasiswi S1 Kebidanan Universitas Indonesia Maju)
Ketika seorang wanita hamil, akan terjadi perubahan dalam tubuh yang akan berpengaruh pada kondisi kesehatan. Secara alami, tubuh ibu hamil akan membentuk lebih banyak sel darah merah untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi janin. Produksi sel darah merah dan hemoglobin membutuhkan berbagai komponen, seperti zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Jika tubuh kekurangan salah satu zat ini, maka dapat terjadi anemia (kekurangan sel darah merah). Prevalensi anemia dalam kehamilan di Indonesia masih tergolong tinggi, pada tahun 2019 sebesar 48,9% dan angka ini mengalami peningkatan yang cukup banyak dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2013 sebesar 37,1%.
Perlu diketahui bahwa anemia pada ibu hamil bukan hanya berdampak pada ibu, melainkan juga pada bayi yang dilahirkan lhoo. Yuk simak pembahasan lebih lanjutnya!
Anemia
Anemia merupakan kondisi dimana sel darah merah tidak mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh. Berdasarkan WHO, anemia pada kehamilan ditegakkan apabila kadar hemoglobin (Hb)
<11 g/dL. Sedangkan center of disease control and prevention mendefinisikan anemia sebagai kondisi dengan kadar Hb <11 g/dL para trimester I dan III, Hb <10,5 g/dL pada trimester II, serta <10 g/dL pada pasca persalinan.
Gejala Anemia
Secara umum gejala yang sering ditemui pada penderita anemia adalah 5 L yaitu Lesu, Letih, Lemah, Lelah, Lalai), disertai sakit kepala dan pusing, mata berkunang-kunang, mudah
mengantuk, cepat capek serta sulit konsentrasi. Secara klinis penderita anemia ditandai dengan pucat pada muka, kelopak mata, bibir, kulit, kuku dan telapak tangan.
Gejala-gejala anemia terkadang tidak dapat dibedakan dengan gejala kehamilan yang biasa terjadi. Biasanya jika anemia mulai memburuk, akan muncul beberapa gejala seperti cepat lelah dan merasa lemah, ibu hamil mungkin juga akan terlihat pucat saat mengalami anemia. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah denyut jantung yang tidak teratur serta sesak napas, mual dan muntah, sakit kepala, gatal-gatal, rambut rontok, sariawan dan perubahan pada indera perasa.
Jika ibu mencuragai beberapa gejala yang muncul adalah anemia, maka perlu untuk segera melakukan pemeriksaan. Untuk memastikan diagnosis anemia pada ibu hamil, maka perlu dilakukan tes darah. Ibu hamil disebut mengalami anemia apabila kadar hemoglobin (Hb)nya rendah. Pemeriksaan darah umumnya dilakukan pada pemeriksaan kehamilan yang pertama, kemudian dilakukan satu kali lagi selama kehamilan.
Faktor Risiko Anemia Pada Kehamilan
Terdapat beberapa faktor risiko anemia pada kehamilan diantaranya:
- Asupan Nutrisi, asupan nutrisi sangat berpengaruh terhadap risiko anemia pada ibu hamil. Selain kurangnya zat besi, kurangnya kadar asam folat dan vitamin B12 masih sering terjadi pada ibu hamil. Oleh karena itu, ibu hamil disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang memiliki komposisi nutrisi bervariasi.
- Kehamilan Multipel, kebutuhan besi pada kehamilan multipel lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan tunggal.
- Kehamilan Remaja, anemia pada kehamilan remaja disebabkan oleh multifaktoral, seperti akibat penyakit infeksi, genetik, atau belum tercukupinya status nutrisi yang optimal.
- Inflamasi dan Infeksi dalam kehamilan, kondisi infeksi dan inflamasi dapat memicu keadaan defisiensi besi. Infeksi seperti cacing, tuberculosis, HIV, dan malaria.
Bahaya Anemia Pada Kehamilan
Pada beberapa kasus yang parah, anemia di trimester pertama kehamilan dapat meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan, seperti:
- Risiko janin lambat atau janin tidak berkembang dalam kandungan
- Bayi lahir prematur
- Memiliki berat badan rendah saat lahir (BBLR)
Jika kondisi anemia yang dialami ibu hamil terus berlanjut tanpa pengobatan, ada risiko ibu kehilangan banyak darah saat persalinan. Oleh karena itu, penting untuk mengenali gejala anemia saat hamil dan segera mendapatkan pengobatan.
Cara Pencegahan dan Penanggulangan Anemia
- Makan makanan yang bernutrisi dan bergizi tinggi, khususnya yang kaya zat besi dan asam folat setiap hari. Adapun contoh makanan yang mengandung zat besi misalnya daging, ikan, hati, unggas, sayuran hijau, kacang polong, kentang, dan gandum. Sementara untuk makanan yang mengandung tinggi folat contohnya sayuran hijau, keluarga jeruk, alpukat, pepaya, pisang, kacang-kacangan, gandum dan kuning telur.
- Mengkonsumsi vitamin C lebih banyak, vitamin C dapat membantu tubuh menyerap zat besi dari makanan secara lebih efisien.
- Minum suplemen, suplemen yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah suplemen zat besi, vitamin B12 dan asam folat. Suplemen bisa diminum di pagi hari atau malam hari sebelum tidur untuk mengurangi mual setelahnya.
Jika ingin mengonsumsi suplemen zat besi dan asam folat, bicarakan dengan dokter atau bidan tentang jenis dan dosis suplemen yang perlu dikonsumsi. Suplemen yang dikonsumsi perlu setidaknya mengandung 60 mg zat besi dan 400 mcg asam folat. Namun, jumlah itu bisa berbeda pada setiap ibu hamil, tergantung kondisi dan pola makan yang dimiliki.
Jangan anggap remeh anemia pada ibu hamil, karena bahaya anemia pada ibu hamil dapat mengganggu perkembangan janin dan kondisi kesehatan ibu hamil.
Terimakasih atas informasinya…
Sangat bermanfaat
Pengetahuan yang sangat bermanfaat terutama untuk remaja putri
Sangat bermanfaat informasinya.